SOAL MATRIKULASI
MATA KULIAH PENGANTAR PENDIDIKAN
DOSEN PENGUJI: Dr. Riswan Djainudin, M.Pd dan Dr. Edi Harapan, M.Pd.
Nama : Andhina Fitrianita
Putri
Kelas : Reguler Pagi
Jawaban :
1. UUD 1945
Negara Republik Indonesia , Pasal 31 ayat 1: “ Bahwa setiap warga Negara berhak
mendapat pendidikan”. Pasal 31 ayat 2 :”
Bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”. Di dalam Undang-Undang
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III tentang Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan, Pasal 5 dinyatakan: “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.” Bahkan dalam Pasal 7 mengenai hak tersebut ditegaskan sebagai berikut: “Penerimaan peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agam, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan”. Sudah jelas apa yang tertera dalam UU No. 2 Tahun 1989, bahwa setiap anak di Indonesia berhak mendapatkan pendidikan tanpa membedakan tingkat kemampuan ekonomi. Hal ini berarti bahwa setiap anak di Indonesia berhak mengikuti wajib belajar 12 tahun. Namun dalam prakteknya masih terdapat masalah dalam pemerataan pendidikan. Masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Seharusnya seorang anak yang akan masuk ke SD, SMP, dan SMA tidak harus mengikuti test penyaringan masuk ke suatu sekolah, karena mereka sudah berhak belajar di jenjang pendidikan tersebut. Akan tetapi pada prakteknya masuk sekolah ke SMA masih harus melalui test, mengapa hal itu dapat terjadi tentu ada tujuan-tujuan tertentu dalam pelaksanaannya, yaitu terdapat politik dalam pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Menurut UU N0. 20 tahun 2003, Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevasi dan efesiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan”. Masalah pemerataan pendidikan memiliki pengaruh besar pada kondisi pendidikan di Indonesia, oleh sebab itu pemerintah memberikan cara penanggulangan masalah pemerataan pendidikan agar pemerataan pendidikan dapat meningkatkan mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu dengan cara konvensional dan cara inovatif. Cara konvensional misalnya membangun gedung sekolah SD dan atau ruangan belajar dan menggunakan gedung sekolah untuk sistem bergantian pagi dan sore. Sedangkan cara inovatif yaitu dengan mengadakan sistem Pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru), adanya SD kecil pada daerah terpencil, sistem guru kunjung, SMP Terbuka, kejar paket A serta belajar jarak jauh, seperti Universitas Terbuka.
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III tentang Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan, Pasal 5 dinyatakan: “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.” Bahkan dalam Pasal 7 mengenai hak tersebut ditegaskan sebagai berikut: “Penerimaan peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agam, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan”. Sudah jelas apa yang tertera dalam UU No. 2 Tahun 1989, bahwa setiap anak di Indonesia berhak mendapatkan pendidikan tanpa membedakan tingkat kemampuan ekonomi. Hal ini berarti bahwa setiap anak di Indonesia berhak mengikuti wajib belajar 12 tahun. Namun dalam prakteknya masih terdapat masalah dalam pemerataan pendidikan. Masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Seharusnya seorang anak yang akan masuk ke SD, SMP, dan SMA tidak harus mengikuti test penyaringan masuk ke suatu sekolah, karena mereka sudah berhak belajar di jenjang pendidikan tersebut. Akan tetapi pada prakteknya masuk sekolah ke SMA masih harus melalui test, mengapa hal itu dapat terjadi tentu ada tujuan-tujuan tertentu dalam pelaksanaannya, yaitu terdapat politik dalam pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Menurut UU N0. 20 tahun 2003, Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevasi dan efesiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan”. Masalah pemerataan pendidikan memiliki pengaruh besar pada kondisi pendidikan di Indonesia, oleh sebab itu pemerintah memberikan cara penanggulangan masalah pemerataan pendidikan agar pemerataan pendidikan dapat meningkatkan mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu dengan cara konvensional dan cara inovatif. Cara konvensional misalnya membangun gedung sekolah SD dan atau ruangan belajar dan menggunakan gedung sekolah untuk sistem bergantian pagi dan sore. Sedangkan cara inovatif yaitu dengan mengadakan sistem Pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru), adanya SD kecil pada daerah terpencil, sistem guru kunjung, SMP Terbuka, kejar paket A serta belajar jarak jauh, seperti Universitas Terbuka.
2. Antropologi memandang pendidikan adalah enkulturasi yaitu proses
pemindahan budaya dari generasi kegenerasi. Jadi antropologi memandang
pendidikan dari aspek budaya, yaitu mengartikan pendidikan sebagai usaha
pemindahan pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya (Sagala,
2006:6). Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik, pada dasarnya manusia perlu dididik
dan mendidik diri. Berdasarkan hal tersebut dapat ditemukan lima prinsip
antropologi yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu prinsip potensialitas, prinisp dinamika, prinisp individualitas, prinsip sosialitas, dan prinsip moralitas. Dalam prinsip potensialitas, peendidikan bertujuan
agar seseorang menjadi manusia ideal. Dalam prinsip dinamika, pendidikan diupayakan
dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar menjadi manusia ideal. Lalu dalam prinsip individualitas, praktek pendidikan
merupakan upaya pendidik memfasilitasi manusia (peserta didik) yang antara lain
diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri (menjadi seseorang/pribadi). Dilain pihak manusia
(peserta didik) adalah individu yang memiliki ke diri-sendirian
(subjektifitas), bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri, sebab
itu, individualitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
Kemudian dalam prinsip sosialitas, pendidikan hakikatnya berlangung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar semasam manusia (pendidik dan peserta didik). Dan yang terakhir prinsip moralitas, dimana pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem norma dan nilai tertentu.
Kemudian dalam prinsip sosialitas, pendidikan hakikatnya berlangung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar semasam manusia (pendidik dan peserta didik). Dan yang terakhir prinsip moralitas, dimana pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem norma dan nilai tertentu.
3. Pendidikan di berbagai lembaga
pendidikan seyogianya berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional
Indonesia. Sebagaimana pengertian pendidikan nasional yaitu pendidikan yang
berdasarkan pancasila dan UUD Negara Repulik Indonesia tahun 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan zaman. Seperti yang tercantum pada UU no. 2 tahun 1989 bab 2 pasal 4:
“Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan”. Bab 4 pasal 10: “Pendidikan keluarga
merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam
keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan
keterampilan”. Bab 7 pasal 28: “Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar,
tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki
kualifikasi sebagai tenaga pengajar”. Serta bab 9 pasal 39: “Isi kurikulum
setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat : pendidikan
Pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan”. “Isi kurikulum
pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang
pendidikan Pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia,
membaca dan menulis, matematika (termasuk berhitung), pengantar sains dan
teknologi, ilmu bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan tangan dan
kesenian, pendidikan jasmani dan kesehatan, menggambar; serta bahasa Inggris. Serta
UU No. 20 tahun 2003 bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara”. Berdasarkan
UU tersebut bahwa diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjadi
manusia Indonesia yang seutuhnya. Dengan adanya pendidikan agama dan budaya
maka siswa diharapkan mampu lulus dengan baik di bidang nilai dan sikap yaitu
menerima dan melaksanakan Pancasila dan UUD, menerima dan melaksanakan ajaran
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME yang dianutnya, serta
menghormatiajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME yang dianut orang
lain, memiliki sika demokratis dan tenggang rasa, mencintai sesama manusia, bangsa dan
lingkungan sekitarnya, dapat mengapresiasikan kebudayaan dan tradisi nasionsal,
dan lain sebagainya. Maka dari itu sangat diperlukan pendidikan yang berakar
dari nilai-nilai agama dan budaya agar siswa dapat menjadi manusia Indonesia
yang seutuhnya, begitupun dengan guru yang mengajar dapat menanamkan nilai-nilai
agama dan budaya kepada siswa dalam seluruh mata pelajaran jadi tidak hanya
pelajaran agama dan seni budaya saja. Keluarga pun berpengaruh besar dalam
pendidikan agama dan budaya serta moral karena sebelum siswa mendapatkan
pendidikan disekolah, pendidikan di dalam keluarga yang lebih dulu didapatkan
oleh siswa, semakin baik pendidikan dalam keluarga nya maka akan semakin baik
pula hasil belajar siswa disekolah.
4. Keluarga, sekolah, dan masyarakat saling berhubungan dalam
pendidikan, semua harus saling menunjang satu sama lain, keluarga, sekolah dan
masyarakat dikatakan sebagai lingkungan pendidikan karena itu merupakan faktor
eksternal yang menunjang keberhasilan siswa dalam proses pendidikan Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan
memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran
dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak
siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan
ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat
orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya
dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota
keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa
melakukan aktivitas belajar dengan baik. Lingkungan sosial sekolah, seperti
guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar
seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi
bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua,
dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau
peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak
memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya. Ketiga
nya dimasukkan kedalam sebuah sistem pendidikan nasional karena ketiga nya
merupakan unsur-unsur penting yang memiliki keterkaitan dan memiliki fungsi
masing-masing serta berpengaruh besar dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena dalam sebuah sistem tanpa adanya unsur-unsur
penting yang saling terkait maka tujuan pendidikan nasional tidak dapat
dicapai.
5. Secara etimologi :
Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan
yang mengandung makna : kesadaran dan semangat cinta tanah air, memiliki
kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa, memiliki rasa
solidaritas terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air,
sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan. Pada
zaman dahulu orang-orang yang berjiwa nasionalis akan ikut berjuang dalam
membela Negara demi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Pada saat ini
orang-orang yang berjiwa nasionalis lebih dengan belajar dengan giat agar dapat
mencapai cita-cita sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, karena dengan
begitu maka dapat melahirkan generasi muda yang cerdas, tanggap, sehat serta
selektif dalam menyaring kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia sehingga
perjuangan para pejuang tanah air tidak sia-sia dalam membela, mempertahankan
kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD1945.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat
penting untuk menanamkan nasionalisme terhadap siswa-siswa generasi penerus
bangsa. Di dalam sekolah terutama di dalam materi pelajaran Kewarganegaraan,
Sejarah memegang peran penting dalam menumbuhkan nasionalisme. Selain di materi
pelajaran dalam kegiatan sekolah yang sebenarnya juga merupakan penanaman rasa
nasionalisme salah satunya adalah upacara bendera di mana banyak momen tentang
nasionalisme seperti penghormatan bendera merah putih, menyanyikan lagu
Indonesia Raya, mengheningkan cipta dan lainnya. Kemudian perlu kembali
diajarkan lagu-lagu Kebangsaan dalam seni suara sehingga semua siswa bisa
menyanyikan berbagai lagu Kebangsaan. Dengan dinyanyikan lagu kebangsaan secara
khidmat maka akan muncul rasa bangga terhadap bangsa. Dan peran guru juga
sangat penting dalam menanamkan nila-nilai kebangsaan dan moral bangsa. Artinya pendidikan sangat berpengaruh dalam menumbuhkan
sikap nasionalis nasional kenbangsaan.
0 komentar:
Posting Komentar