Senin, 18 November 2013

Pengantar Pendidikan (Matrikulasi)

Diposting oleh Unknown di 18.16

SOAL MATRIKULASI
MATA KULIAH PENGANTAR PENDIDIKAN
DOSEN PENGUJI: Dr. Riswan Djainudin, M.Pd dan Dr. Edi Harapan, M.Pd.

Nama   : Andhina Fitrianita Putri
Kelas   : Reguler Pagi

Jawaban :
1. UUD 1945 Negara Republik Indonesia , Pasal 31 ayat 1: “ Bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”.  Pasal 31 ayat 2 :” Bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Di dalam Undang-Undang
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III tentang Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan, Pasal 5 dinyatakan: “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.” Bahkan dalam Pasal 7 mengenai hak tersebut ditegaskan sebagai berikut: “Penerimaan peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agam, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan”. Sudah jelas apa yang tertera dalam UU No. 2 Tahun 1989, bahwa setiap anak di Indonesia berhak mendapatkan pendidikan tanpa membedakan tingkat kemampuan ekonomi. Hal ini berarti bahwa setiap anak di Indonesia berhak mengikuti wajib belajar 12 tahun. Namun dalam prakteknya masih terdapat masalah dalam pemerataan pendidikan. Masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Seharusnya seorang anak yang akan masuk ke SD, SMP, dan SMA tidak harus mengikuti test penyaringan masuk ke suatu sekolah, karena mereka sudah berhak belajar di jenjang pendidikan tersebut. Akan tetapi pada prakteknya masuk sekolah ke SMA masih harus melalui test, mengapa hal itu dapat terjadi tentu ada tujuan-tujuan tertentu dalam pelaksanaannya, yaitu terdapat politik dalam pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Menurut UU N0. 20 tahun 2003, Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevasi dan efesiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan”. Masalah pemerataan pendidikan memiliki pengaruh besar pada kondisi pendidikan di Indonesia, oleh sebab itu pemerintah memberikan cara penanggulangan masalah pemerataan pendidikan agar pemerataan pendidikan dapat meningkatkan mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu dengan cara konvensional dan cara inovatif. Cara konvensional misalnya membangun gedung sekolah SD dan atau ruangan belajar dan menggunakan gedung sekolah untuk sistem bergantian pagi dan sore. Sedangkan cara inovatif yaitu dengan mengadakan sistem Pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru), adanya SD kecil pada daerah terpencil, sistem guru kunjung, SMP Terbuka, kejar paket A serta belajar jarak jauh, seperti Universitas Terbuka.

2. Antropologi memandang pendidikan adalah enkulturasi yaitu proses pemindahan budaya dari generasi kegenerasi. Jadi antropologi memandang pendidikan dari aspek budaya, yaitu mengartikan pendidikan sebagai usaha pemindahan pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya (Sagala, 2006:6). Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik, pada dasarnya manusia perlu dididik dan mendidik diri. Berdasarkan hal tersebut dapat ditemukan lima prinsip antropologi yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu prinsip potensialitas, prinisp dinamika, prinisp individualitas, prinsip sosialitas, dan prinsip moralitas. Dalam prinsip potensialitas, peendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal. Dalam prinsip dinamika, pendidikan diupayakan dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar menjadi manusia ideal. Lalu dalam prinsip individualitas, praktek pendidikan merupakan upaya pendidik memfasilitasi manusia (peserta didik) yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri (menjadi seseorang/pribadi). Dilain pihak manusia (peserta didik) adalah individu yang memiliki ke diri-sendirian (subjektifitas), bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri, sebab itu, individualitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
 
Kemudian dalam prinsip sosialitas, pendidikan hakikatnya berlangung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar semasam manusia (pendidik dan peserta didik). Dan yang terakhir prinsip moralitas, dimana pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem norma dan nilai tertentu.

3. Pendidikan di berbagai lembaga pendidikan seyogianya berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional Indonesia. Sebagaimana pengertian pendidikan nasional yaitu pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD Negara Repulik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman. Seperti yang tercantum pada UU no. 2 tahun 1989 bab 2 pasal 4: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Bab 4 pasal 10: “Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”. Bab 7 pasal 28: “Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar”. Serta bab 9 pasal 39: “Isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat : pendidikan Pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan”. “Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang pendidikan Pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, membaca dan menulis, matematika (termasuk berhitung), pengantar sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan tangan dan kesenian, pendidikan jasmani dan kesehatan, menggambar; serta bahasa Inggris. Serta UU No. 20 tahun 2003 bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara”. Berdasarkan UU tersebut bahwa diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjadi manusia Indonesia yang seutuhnya. Dengan adanya pendidikan agama dan budaya maka siswa diharapkan mampu lulus dengan baik di bidang nilai dan sikap yaitu menerima dan melaksanakan Pancasila dan UUD, menerima dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME yang dianutnya, serta menghormatiajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME yang dianut orang lain, memiliki sika demokratis dan tenggang rasa,  mencintai sesama manusia, bangsa dan lingkungan sekitarnya, dapat mengapresiasikan kebudayaan dan tradisi nasionsal, dan lain sebagainya. Maka dari itu sangat diperlukan pendidikan yang berakar dari nilai-nilai agama dan budaya agar siswa dapat menjadi manusia Indonesia yang seutuhnya, begitupun dengan guru yang mengajar dapat menanamkan nilai-nilai agama dan budaya kepada siswa dalam seluruh mata pelajaran jadi tidak hanya pelajaran agama dan seni budaya saja. Keluarga pun berpengaruh besar dalam pendidikan agama dan budaya serta moral karena sebelum siswa mendapatkan pendidikan disekolah, pendidikan di dalam keluarga yang lebih dulu didapatkan oleh siswa, semakin baik pendidikan dalam keluarga nya maka akan semakin baik pula hasil belajar siswa disekolah.
4. Keluarga, sekolah, dan masyarakat saling berhubungan dalam pendidikan, semua harus saling menunjang satu sama lain, keluarga, sekolah dan masyarakat dikatakan sebagai lingkungan pendidikan karena itu merupakan faktor eksternal yang menunjang keberhasilan siswa dalam proses pendidikan Kondisi lingkungan masya­rakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengang­guran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memer­lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimili­ki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakat­nya. Ketiga nya dimasukkan kedalam sebuah sistem pendidikan nasional karena ketiga nya merupakan unsur-unsur penting yang memiliki keterkaitan dan memiliki fungsi masing-masing serta berpengaruh besar dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena dalam sebuah sistem tanpa adanya unsur-unsur penting yang saling terkait maka tujuan pendidikan nasional tidak dapat dicapai.

5. Secara etimologi : Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna : kesadaran dan semangat cinta tanah air, memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa, memiliki rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan. Pada zaman dahulu orang-orang yang berjiwa nasionalis akan ikut berjuang dalam membela Negara demi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Pada saat ini orang-orang yang berjiwa nasionalis lebih dengan belajar dengan giat agar dapat mencapai cita-cita sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, karena dengan begitu maka dapat melahirkan generasi muda yang cerdas, tanggap, sehat serta selektif dalam menyaring kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia sehingga perjuangan para pejuang tanah air tidak sia-sia dalam membela, mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD1945.
    Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk menanamkan nasionalisme terhadap siswa-siswa generasi penerus bangsa. Di dalam sekolah terutama di dalam materi pelajaran Kewarganegaraan, Sejarah memegang peran penting dalam menumbuhkan nasionalisme. Selain di materi pelajaran dalam kegiatan sekolah yang sebenarnya juga merupakan penanaman rasa nasionalisme salah satunya adalah upacara bendera di mana banyak momen tentang nasionalisme seperti penghormatan bendera merah putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya, mengheningkan cipta dan lainnya. Kemudian perlu kembali diajarkan lagu-lagu Kebangsaan dalam seni suara sehingga semua siswa bisa menyanyikan berbagai lagu Kebangsaan. Dengan dinyanyikan lagu kebangsaan secara khidmat maka akan muncul rasa bangga terhadap bangsa. Dan peran guru juga sangat penting dalam menanamkan nila-nilai kebangsaan dan moral bangsa. Artinya pendidikan sangat berpengaruh dalam menumbuhkan sikap nasionalis nasional kenbangsaan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Andhina Zubir Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea